[VIDEO] Jancuk atau Jancok: Bukan Lagi Kata Jorok tapi Keakraban

Berbeda makna tergantung konteks

Jancuk adakah kata yang menjadi ciri khas komunitas dan masyarakat di Jawa Timur, utamanya di Surabaya dan sekitarnya. Selama ini kata Jancuk dianggap memiliki makna yang buruk bagi yang tidak tahu betul penggunaan kesehariannya, bahkan ada yang mengatakan bahwa kata tersebut punya arti jorok. Padahal tidak selalu demikian, malah tidak ada kecondongan arti pada hal jorok sama sekali. Jancuk bisa tertulis maupun terucap dalam berbagai bentuk, misalnya: jancok, dancok, cok, cuk, ancok, ancuk sampai coeg.

Sebenarnya penggunaan kata Jancuk sangat tergantung pada konteks dan intonasinya. Cukup banyak orang menggunakan kata tersebut sebagai luapan emosi saat sedang marah, ini tentunya punya makna setara makian (saat kesal, marah, geram, heran), sedangkan artinya pun bisa banyak tergantung situasinya. Jancuk juga bisa diucapkan untuk menunjukkan kekaguman, menggambarkan keakraban (sebagai sapaan maupun seruan), atau mengekspresikan terkejut dan lain sebagainya.

Baca juga: 5 Kampung Paling Unik di Surabaya, Kamu Sudah Pernah ke Sini?

dm-player

Sejarah dari kata ini sendiri masih rancu, karena ada banyak sekali versi tafsir yang cenderung mengarah pada cocoklogi. Malah beberapa orang menghubungkan dengan kata-kata dalam bahasa negara lain yang pernah mengunjungi atau menjajah Indonesia. Para ahli bahasa dan budaya angkat bicara soal pemaknaan dan penggunaan kata jancuk itu sendiri, yang ternyata tidak sesuai dengan yang dipikirkan masyarakat awam. Terutama salah satu budayawan dan seniman yang dihormati di Indonesia, Sudjiwo Tejo selaku presiden Republik Jancukers, menyampaikan penjelasannya tentang jancuk melalui video berikut:

Sujdiwo Tejo menyampaikan bahwa kata jancuk sudah tidak identik dengan konotasi negatif. Menurut beliau, jancuk merupakan simbol keakraban, kehangatan dan kesantaian. “Lebih-lebih di tengah khalayak ramai yang kian munafik, keakraban dan kehangatan serta santainya ‘jancuk’ itu kian diperlukan untuk menggeledah sekaligus membongkar kemunafikan itu.” Sambungnya. Berbanggalah dengan muatan budaya kita, selama itu tidak merugikan. Jauh lebih baik melestarikan budaya sendiri apalagi jika itu menimbulkan keakraban dan kebersamaan. Ya gak, cuk?

Baca juga: [VIDEO] Jancuk - Apa Sih Makna dan Kapan Kita Bisa Menggunakannya?

Topik:

Berita Terkini Lainnya