Cerita Rumah Baca Swarnabumi yang Dibangun dari Peristiwa Sentimental

Hak membaca itu hak semua orang

Membaca adalah hak semua bangsa. Dan mendapatkan materi bacaan yang layak, tentu merupakan sebuah “padan” yang melekatinya. Pernyataan ini layaknya kesahihan yang turun-temurun disepakati banyak orang. Begitu juga oleh Indra Kurniawan, seorang guru sekaligus pegiat literasi asal Sungai Rumbai, Sumatera Barat.

Pria 25 tahun ini sedang memperjuangkan kewenangan banyak orang, khususnya orang-orang di daerahnya, buat memperoleh hak yang menurut sejumlah kalangan berpengaruh terhadap aset kekayaan intelektual. Dia bersama rekannya, Fadli Aulia, lantas membangun sebuah rumah baca bernama Swarnabumi.

Swarnabumi dibangun atas peristiwa sentimental yang dijumpainya selepas ia melakukan riset terhadap dunia literasi untuk kepentingan tugas akhir kuliah, tepatnya pada 2016.

Cerita Rumah Baca Swarnabumi yang Dibangun dari Peristiwa SentimentalIDN Times/Chicha

Melalui pesan pendek kepada IDN Times, Indra berkisah tentang kurangnya akses anak-anak, juga muda-mudi, yang tinggal di daerahnya, untuk memiliki buku bacaan yang lengkap dan representatif.

Menurut hasil pantauannya, hal ini terjadi lantaran di daerah tersebut hanya terdapat dua toko buku. Itu pun dengan koleksi yang tak lengkap-lengkap amat. Memang, secara geografis, Sungai Rumbai, Kabupaten Dharmasraya—tempat rumah baca itu dibangun—berada di jalur lintas Sumatera yang menghubungkan Sumatera Barat dengan Jambi. Hal ini membuat akses masyarakat menuju kota sekadar untuk bertandang ke toko buku cukup sulit.

Sementara perpustakaan yang ada tak menyediakan fasilitas yang memadai. Padahal, minat baca masyarakat diakui cukup tinggi. Minat terhadap literasi ini, menurut Indra, kalau tak diberi perhatian khusus, bakal luntur.

Cerita Rumah Baca Swarnabumi yang Dibangun dari Peristiwa SentimentalIDN Times/Chicha

“Makanya saya dan Fadli bermaksud mendirikan rumah baca, supaya budaya literasi tetap bertumbuh, baik untuk anak-anak, orang muda, maupun kalangan dewasa,” katanya, awal November lalu.

Apalagi, di daerah tersebut, kegiatan positif remaja sangat minim. Gagasan mendirikan wahana akademis ini lantas seperti ceruk yang dimanfaatkannya untuk menggaet pemuda setempat. Mereka diajak turut serta merealisasikan rumah baca.

Rumah baca Swarnabumi—yang artinya tanah emas--setahun lalu, akhirnya lahir dengan kondisi apa adanya.

Cerita Rumah Baca Swarnabumi yang Dibangun dari Peristiwa SentimentalIDN Times/Chicha

Mulanya, anak-anak muda pegiat literasi itu mengadakan dialog dengan wali nagari atau lurah setempat. Mereka lantas menerima hibah gedung dari pemerintah daerah. Gedung yang dimanfaatkan sebagai bangunan rumah baca merupakan bekas sekolah taman kanak-kanak.

“Keadaan awal rumah tersebut tentu butuh renovasi berat. Butuh biaya banyak, padahal kami mengandalkan swadaya masyarakat,” katanya. Kondisi mula-mula ini menjadi tantangan yang berat bagi mereka untuk tetap berjuang maju atau menyerah mundur.

Cerita Rumah Baca Swarnabumi yang Dibangun dari Peristiwa SentimentalIDN Times/Chicha

Langit-langit rusak, atap bocor, ventilasi jebol, dan pintu serta jendela yang reot adalah kondisi memprihatinkan yang secara gamblang digambarkan oleh Indra lewat pesan teks.

dm-player

“Jadi langkah awal kami memang merenovasi tempat itu dengan dana dan tenaga dari pemuda setempat. Dana renovasi mula-mula sekitar Rp 13 juta. Proses renovasi cukup lama waktu itu,” katanya.

Baca Juga: Terungkap, Ini 10 Buku yang Sering Dibaca Sophia Latjuba

Renovasi berlangsung hingga Oktober 2017 lantaran terkendali persoalan finansial.

Cerita Rumah Baca Swarnabumi yang Dibangun dari Peristiwa SentimentalIDN Times/Chicha

Pemuda setempat bahu-membahu untuk mencari bantuan dana, baik melalui pemerintah kabupaten maupun dari stakeholder lain. Sementara, perihal koleksi buku, para penggawa rumah baca ini memanfaatkan jaringan terdekat, seperti teman kampus, tetangga, dan rekan-rekan terdekat.

Diakui Indra, untuk mendapatkan donasi buku dari luar daerah, timnya kesulitan. Sebab, jejaring mereka terbatas. Setahun berdiri, rumah baca ini baru memiliki tak lebih dari 300 buku. Sekitar 200 di antaranya merupakan pinjaman dari pustaka daerah. Tentu jumlah tersebut kurang. Apalagi beberapa kebutuhan, seperti bacaan untuk anak-anak, belum cukup terakomodasi.

Hal ini menjadi persoalan mengingat traffic pengunjung rumah baca makin hari makin meningkat. Terutama sejak digelar beragam kegiatan budaya, seperti kelas tari, musik, dan fotografi, di sana, sepekan sekali. Indra dan kawan-kawannya kemudian berupaya mendaftarkan rumah baca ke laman Kementerian Pendidikan supaya terdaftar sebagai taman bacaan masyarakat yang teregistrasi.

Harapannya, selepas terdaftar, masyarakat dari berbagai daerah bisa menyumbangkan bukunya secara gratis melalui PT Pos Indonesia pada tanggal 17 setiap bulannya—merujuk pada kebijakan pemerintah.

Cerita Rumah Baca Swarnabumi yang Dibangun dari Peristiwa SentimentalIDN Times/Chicha

Kabar baik muncul beberapa waktu lalu lantaran Rumah Baca Swarnabumi telah terdaftar sebagai TBM resmi di Kemendikbud. Alhasil, semua orang bisa berdonasi menyumbangkan bukunya ke rumah baca ini. Indra menyebut, buku bisa dikirim ke alamat Jorong Rumbai Timur, Kecamatan Sungai Rumbai, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, 27684 (Rumah Baca Swarnabumi) atau Jalan Terandam 3 Nomor 36 RT 03, RW 1, Kelurahan Terandam, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Sumatera Barat, 25121, tertuju kepada Indra Kurniawan.

Indra juga memperkenankan siap pun untuk menghubunginya melalui pesan pendek ke 0811-668-888-3 apabila kesulitan menemui informasi seputar pengiriman donasi buku. Mereka juga tak berkeberatan menerima tamu yang ingin bertandang langsung ke rumah baca. “Kami buka dari jam 9 pagi sampai jam 4 sore,” tuturnya.

Mempertahankan warisan Minang sebagai tanah literasi.

Cerita Rumah Baca Swarnabumi yang Dibangun dari Peristiwa SentimentalIDN Times/Chicha

Indra dan rekannya punya harapan tertentu untuk terus mengembangkan Swarnabumi. Selain mempertahankan warisan Minang sebagai tanah literasi, mereka ingin budaya baca mengakar pada diri masyarakat.

Sebab, menurut dia, segala proses belajar seorang manusia bermula dari kegiatan membaca. “Membaca adalah kegiatan paling penting dalam hidup dan berimplikasi pada pola pikir serta cara pandang seseorang. Semakin banyak membaca, semakin luas pengetahuan, semakin cerdas kita membaca pola persoalan yang bakal dihadapi sehari-hari,” tuturnya.

Membaca juga bisa menjadi wahana refleksi seseorang untuk memahami pikiran dan gagasan orang lain. Karena itulah, membaca, selain menjadi jendela pengetahuan, juga merupakan sarana untuk mengasah kepekaan dan intuisi terhadap lingkungan secara horizontal.

Baca Juga: 4 Film yang Akan Rilis Tahun 2018, Banyak Diadaptasi Dari Buku Lho!

Topik:

Berita Terkini Lainnya