#MahakaryaAyahIbu: Di Balik Sifat Pelit Orangtuaku
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
PAHLAWANKU SUPER PELIT? TIDAK!
Ayah dan ibu adalah pahlawanku yang paling SUPER. Ya, beliau yang super care dalam menjagaku, super ketat dalam mendidikku, supercerewet dengan omelannya dan super lainnya yang tak ada yang menandingi. Namun diantara semua itu yang paling kukesalkan adalah orang tuaku SUPER PELIT hingga aku kadang malas meminta apa-apa padanya dan memilih langsung merengek pada nenek yang langsung mengabulkan permintaanku karena tak tega.
‘PELIT’ satu kata itulah yang dulu kugunakan untuk menggambarkan sifat orangtuaku. Bagaimana tidak, jatah uang sakuku selalu dibawah standar temanku lainnya, minta apa-itu jarang banget dipenuhi atau kalaupun dipenuhi pasti ada syarat yang harus dicapai dulu. Akhirnya aku sering sekali menahan keinginaku entah itu untuk jajan atau memiliki barang-barang yang dipunyai temanku meskipun hanya sepele seperti pensil warna, kotak pensil dan lain-lain. Intinya orang tuaku tidak akan mengabulkan permintaanku jika tidak benar-benar butuh atau penting.
Jatah uang sakuku yang pas-pasan.
Saat duduk di bangku SMP, orang tua memberi uang saku padaku dengan system mingguan, jadi aku harus belajar mengelola sendiri uang sakuku dengan baik. Saat itu aku benar-benar harus menahan keinginanku untuk menghabiskan uangku seketika, namun seringnya aku kalah ditengah jalan. Namun lagi-lagi orang tuaku ‘peduli’ jika anaknya ini tak bisa jajan dikantin lagi selama disekolah. Rasanya sedih sekali kala itu harus menahan keinginan jajan.
Belajar mengatur keuangan dan mencari pendapatan.
Lambat laun aku terbiasa akan sikap ayah ibu padaku, tepatnya saat aku kuliah diluar kota dimana aku harus tinggal dikos dan jauh dari orang tua. Di situlah aku benar-benar harus pandai mengelola jatahku untuk kebutuhan makan, bayar kos dan tugas kuliah. Awalnya memang berat sekali, makan seadanya dibatasi pula dua kali sehari, kuliah pun juga bersepeda dengan jarak kurang lebih 2 km.
Pokoknya aku benar-benar belajar memperhitungkan segala sesuatu kebutuhanku sendiri juga mulai berpikir untuk mencari pendapatan sampingan. Akhirnya aku mulai berkecimpung untuk memberikan bimbel privat dari rumah ke rumah setiap sore. Aku mempunyai 2 siswa yang rumahnya saling bersebrangan, kala itu kuatur sore hari untuk mendampingi siswa A sementara malam hari tepatnya setelah magrib aku bergegas ke rumah si B agar pulangnya tak larut malam.
Editor’s picks
Alhamdulillah hasil dari les privat itu lumayan membantuku entah untuk membayar kos dan kebutuhan lainnya, selain itu aku juga mulai tersadar bahwa mencari uang itu bukankah hal yang mudah karena itu aku harus belajar menghargai setiap tetesan keringat ayah ibuku.
Belajar positif dari cara ayah ibu mendidikku.
Tak berhenti di situ, aku juga mulai berpikir bahwa semua orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya. Bahkan mereka pasti ingin memanjakan dan memberikan apapun untuk buah hatinya, namun jika keadaan yang berbeda apa yang bisa diperbuat selain harus menerima. Nyatanya jika orang tuaku pelit, bagaimana mungkin beliau bersedia menguliahkanku, mendahulukan kepentinganku untuk membeli laptop dibanding keinginannya membeli kulkas?
Jika orang tuaku pelit, mungkinkah beliau rela menghabiskan uang berjuta-juta untukku dimana mereka bisa menggunakannya untuk membangun rumah megah. Lama-kelamaan justru saya menikmati masa-masa itu sebagai masa perjuangan yang indah dikenang. Nyatanya saya bisa menyandang gelar S1 tepat waktu dengan IPK cumlaude dan mempersembahkan Mahakarya sebagai guru untuk kedua orang tuaku.
Tetap bahagia jalani hidup sederhana dan apa adanya.
Tak berhenti disitu, aku juga mulai berpikir bahwa semua orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya. Bahkan mereka pasti ingin memanjakan dan memberikan apapun untuk buah hatinya, namun jika keadaan yang berbeda apa yang bisa diperbuat selain harus menerima. Nyatanya jika orang tuaku pelit, bagaimana mungkin beliau bersedia menguliahkanku, mendahulukan kepentinganku untuk membeli laptop dibanding keinginannya membeli kulkas.
Jika orang tuaku pelit, mungkinkah beliau rela menghabiskan uang berjuta-juta untukku dimana mereka bisa menggunakannya untuk membangun rumah megah. Lama-kelamaan justru saya menikmati masa-masa itu sebagai masa perjuangan yang indah dikenang. Nyatanya saya bisa menyandang gelar S1 tepat waktu dengan IPK cumlaude dan mempersembahkan Mahakarya sebagai guru untuk kedua orang tuaku.
Orangtuaku memanjakanku dengan cara yang berbeda, bukan dengan cara memberikan semua yang kumau, tapi lebih menuntuku berusaha dan beliau akan memfasilitasinya. Cara dan doa beliaulah yang berhasil mengantarkanku di kehidupan sekarang di mana aku terbiasa menjalani kehidupan sederhanaku dengan cara yang beliau ajarkan.
Ya, aku terbiasa hidup apa adanya, jadi tak bingung lagi meski tak ada uang ditangan, bahkan aku biasa mengajar ditemani sepeda jadulku yang sejak kuliah dulu. Hidup bahagia tidak selalu bermewah-mewahan, karena dengan bersyukur hidup jadi lebih tentram, itulah yang selalu orangtua pesankan dan itulah yang ingin kuterapkan pada anak-anakku nanti agar kelak mereka menjadi pribadi yang kokoh tak tertandingi dan menghasilkan Mahakarya luar biasa.
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.