#MahakaryaAyahIbu: Aku adalah Mahakarya Untuk Ayah dan Ibuku

Banyak pintaku akan kubalas dengan bahagia kalian.

Pagi ini seperti biasa aku terbangun dengan rasa hampa di ruangan kamar tidurku. Bisa terdengar suara detak jam dinding memecah kesunyian yang ada. Indekos, jauh dari rumah kini aku berada. Matahari bersinar dengan hangat namun tidak lebih baik dari hangatnya dekapan ayah dan ibu. Aku dan mereka mungkin sama-sama tidak menyangka betapa hebatnya waktu dan jarak membawa kita berada dalam keadaan yang seperti sekarang ini.

Anak mereka kini tidak lagi bisa merengek menjadi anak manja mereka, berceloteh dan bercanda dengan mereka dalam satu atap. Kucoba terbiasa dengan keadaan ini, sebuah kebiasaan yang berat sekali awalnya, untuk mendapatkan sebuah gelar di belakang nama pemberian mereka kelak. Ini tidak ada apa-apanya pikirku. Dibanding dengan segala rintangan yang telah mereka lewati dengan kokoh tak tertandingi berharap bisa melihat anak mereka kelak menjadi apa yang mereka impikan, menjadikan anaknya ini seorang sarjana yang hebat untuk menghadapi dunia.

Menuntut ilmu di kota orang dan jauh dari ayah dan ibu tidak mudah. Pada ahkirnya semua akan kembali kepadaku bagaimana aku membawa diri. Bagaimana untuk pertama kalinya hidup mandiri. Mendisiplinkan diri, membagi waktu dan utamanya belajar. Namun akan datang masanya semangat itu menyurut dan pudar. Banyaknya godaan yang datang dan mengganggu tujuan awal dari perjalanan ini. Tapi, dengan bantuan merekalah yang bisa mengembalikan semangat itu.

dm-player

Setidaknya, mendengar suara mereka melalui telepon bisa mengobati rindu dan menguatkan kembali tekad yang ada. Kemudian aku tersadar aku harus bisa menahan derita untuk mendisiplinkan diri agar tidak menahan derita karena penyesalan. Tidak habis pikir penyesalan yang akan aku dapatkan ketika impian mereka hanya menjadi sekadar impian.

Waktu yang terasa mengalir begitu cepat dan kurasa sangat terbatas, adalah alasan mengapa dalam perjalanan ini aku mencoba mempersingkat waktu untuk bisa mewujudkan apa yang mereka impikan. Masa mudaku kini bukanlah prioritas dibanding masa depanku, masa depanku dengan mereka, dan masa tua mereka. Setidaknya selagi waktu masih berpihak kepadaku, aku ingin memberikan mahakarya terbaik untuk memberikan  kebahagiaan yang dinantikan, dan aku harap waktu terus berpihak kepadaku.

Aku, adalah mahakarya yang ingin aku berikan kepada mereka. Aku yang berhasil menyematkan toga di kepalaku, mendapat hasil terbaik selama masa studiku, kemudian namaku tercatat sebagai lulusan terbaik pada ahkir perjalanan pendidikanku. Aku, adalah mahakarya yang ingin aku berikan kepada mereka. Aku yang bisa berdiri sendiri menapaki kerasnya dunia dengan kepala yang gagah menengadah, dan aku yang kemudian menggapai kesuksesan di dalam genggaman tangan ini.

Aku, sekali lagi mahakarya yang ingin aku berikan kepada mereka. Ayah yang bulir-bulir keringatnya membasahi sekujur badan untuk menyanggupi biaya pendidikan yang tidaklah sedikit, dan Ibu yang seringkali tetesan air matanya terjatuh ketika melafalkan doa-doa yang terbaik untuk anaknya ini.

Aku adalah maharya untuk ayah dan ibuku yang telah bahu membahu mengantarkan aku pada titik ini, dan aku akan terus berjuang untuk menjadikanku mahakarya terbaik untuk mereka.

Rini Asmiyati Photo Writer Rini Asmiyati

communication student

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

Berita Terkini Lainnya