Inspirasi Ramadan: Indahnya Ramadan Bagi Seorang Mualaf

Inspirasi Ramadan IDN #Part2

Sepanjang memoriku, aku sudah menjalankan ibadah bulan ramadan sejak mulai bisa mengingat. Aku tak pernah merasa canggung atau baru dengan segala pernak-pernik ibadah di bulan suci penuh ampunan ini. Semua sudah ditanamkan padaku secara bertahap sejak masih bayi. Menjalankan kewajiban sebagai umat muslim sudah seperti insting kedua bagiku.

Kamu mungkin juga sama, menyambut ramadan dengan keakraban yang sudah terukir sejak usia dini. Namun, ada juga orang-orang yang baru mengecap kesakralan ramadan ketika mereka telah dewasa. Mualaf, mereka yang memeluk Islam atas kemauan sendiri dan biasanya hidayah ini tidak dicapai dengan cara instan. Seringkali kita hanya bisa menduga-duga bagaimana sensasi menjalani bulan suci ramadan dan berbagai ritual keagamaan bagi mereka para mualaf.

Anisa Riscki Oktaviasari, seorang ibu muda yang telah memilih Islam berdasarkan perjalanan hidupnya, berbagi cerita tentang pengalamannya menjalani puasa Ramadan. Wanita 26 tahun itu biasa disapa dengan sapaan Icha.

Dibesarkan dari keluarga majemuk dan lingkungan yang heterogen.

Inspirasi Ramadan: Indahnya Ramadan Bagi Seorang Mualafwww.aquila-style.com

Alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Surabaya (STIESIA) itu berasal dari keluarga majemuk. Dalam silsilahnya, ada yang beragama Islam, ada pula memeluk Kristen. Semuanya hidup damai berdampingan. Maka tidak heran, meski ayah dan ibunya pemeluk Kristen, namanya sendiri mendapat pengaruh Islam yakni "Anisa" (surat An-Nisa dalam Al Quran). Unik, bukan?

Keluarganya juga menjunjung tinggi toleransi dan tidak memaksakan putra putrinya untuk masuk ke sekolah yang homogen. Akhirnya seiring tumbuhnya Icha kecil, ia tak hanya berteman dengan sesama murid Nasrani, tetapi juga memiliki banyak teman muslim. Bahkan, dia kerap menemani kawan-kawan muslimnya salat di masjid. Dari kebiasaannya itu, ia merasakan ketenangan yang menurutnya membuatnya "adem banget".

Pada Mei 2015, ia memutuskan dengan mantap menjadi muslimah seutuhnya. Setahun setelahnya, dia resmi menjadi pendamping hidup seorang pria yang membimbingnya mendalami Islam secara kaffah, Angky Widiastono. 

Baca Juga: 15 Sensasi Menjalani Ramadan Semasa Kecil yang Kamu Rindukan

Tiga kali Ramadan dengan sensasi dan tantangan tersendiri.

Inspirasi Ramadan: Indahnya Ramadan Bagi Seorang Mualafwww.pexels.com

Tahun ini akan  menjadi ramadan ketiga bagi Icha. Ketiganya punya sensasi spesial baginya. Ramadan pertama ia sedang tinggal dengan keluarga yang heterogen. Icha masih belajar dan membiasakan diri sebagai seorang muslim. "Saat itu aku tinggal dengan tanteku. Masih harus diingetin tante buat sahur dan diingetin buat buka puasa," katanya.

dm-player

Ramadan kedua dilaluinya bersama suami, sekaligus sedang mengandung putra pertamanya. Semangatnya menjalankan ibadah puasa tidak pernah surut. Meski terkadang ia  terpaksa harus membatalkan puasa di siang hari demi kesehatan calon bayi dan dirinya sendiri. Kali ini perannya berubah. "Tantangannya lebih besar lagi, karena aku masih menyusui. Senangnya sekarang udah ditemenin sama anak," jawabnya. Dia tetap bertekad akan berpuasa penuh.

"Sebenarnya suami masih membebaskan pilihanku, mau puasa atau tidak. Tidak ada paksaan, karena 'kan memang posisinya tahun lalu aku hamil, sekarang aku menyusui. Jadi semua dikembalikan ke aku yang menjalani," tuturnya.

Tak ada persiapan khusus, karena Ramadan merupakan ibadah rohani.

Inspirasi Ramadan: Indahnya Ramadan Bagi Seorang Mualafwww.instagram.com/arisckioktv

Menjadi ibu menyusui bukan hal mudah untuk berpuasa. Apalagi, ini pengalaman pertamanya menjadi seorang ibu. Tak ada persiapan khusus untuk menjalani Ramadan. Hanya saja, ia perlu mempersiapkan stamina fisik yang lebih bugar dibanding hari-hari biasa. Selain menjalani peran sebagai seorang istri dan ibu muda, Icha juga berperan sebagai wanita karir.

Disinggung soal persiapan material lainnya, Icha menggeleng. Bagi dia, Ramadan ataupun Lebaran merupakan ibadah rohani, bukan memperbaharui duniawi. Walau dilewatkan dalam kesederhanaan, nilai Ramadan dan Idul Fitri tak akan berkurang jika kita benar-benar khusyuk beribadah dan ikhlas untuk mencari pahala.

"Kalau soal belanja barang khusus sih enggak... Karena menurutku semuanya gak harus baru, tapi hatinya yang harus lebih baru lagi."

Keluarga tetap menjunjung tinggi toleransi dan saling mengingatkan ibadah masing-masing.

Inspirasi Ramadan: Indahnya Ramadan Bagi Seorang Mualafwww.instagram.com/rdewisuci

Bukan diasingkan atau diperlakukan berbeda, keluarga inti Icha yang beragama Kristen tetap menjunjung tinggi toleransinya. Tak ada perubahan sikap terhadap Icha meski sudah tak lagi seiman. Perbedaan keyakinan tak memutus tali kasih di antara mereka. Justru mereka semakin saling menyayangi dan saling mengingatkan ibadah masing-masing. 

Banyaknya dukungan dari orang-orang di sekitarnya membuat Icha lebih mudah beradaptasi. Ia mengenang bagaimana keluarga dan teman-temannya ikut bersemangat membantunya menjalankan ibadah puasa sehingga pengalaman itu menjadi lebih seru. "Apalagi pas salat Idul Fitri, banyak yang ngingetin kalau takbirnya beda dari sholat lima waktu biasanya, hahaha..." ungkapnya.

Kututup obrolanku dengan doa semoga ia dan keluarga kecilnya bisa menjalani ibadah di bulan ramadan ini dengan lancar. Terbesit inspirasi dari hasil obrolanku dengannya: aku pun ingin meremajakan kembali semangatku untuk menimba amal baik dan memperbaiki keimanan di bulan ramadan ini.

Baca Juga: Indahnya Berlipat Ketika Puasa di Tengah Keluarga non-Muslim

Topik:

Berita Terkini Lainnya