Nilam: Tinggalkan Kemewahan Kota Demi Pendidikan Pedalaman

Sempat dikira menyebarkan paham tertentu

Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya.

Pernyataan yang dilontarkan Kartini ini rupanya cukup berhasil membangkitkan semangat petualangan para perempuan masa kini untuk berani keluar dari zona nyaman. Salah satunya Nilam Pamularsih. Perempuan asal Yogyakarta tersebut boleh diibaratkan seperti perpanjangan tangan Kartini di era modern. Perhatiannya di dunia pendidikan mirip dengan yang dilakukan pejuang asal Jawa Tengah tersebut.

Nilam: Tinggalkan Kemewahan Kota Demi Pendidikan PedalamanIDNTimes/Nilam Pamularsih

Di usia yang bahkan masih berkepala dua, Nilam melakukan gebrakan yang hampir tak terpikirkan oleh rekan-rekan sejawatnya. Perempuan kelahiran 5 Februari 1992 itu telah berhasil membangun rumah belajar di Bajawa, Nusa Tenggara Timur! Bagaimana kisahnya?

Memiliki sekolah sendiri. Itulah impian Nilam sejak abu-abu putih.

Nilam: Tinggalkan Kemewahan Kota Demi Pendidikan PedalamanIDNTimes/Nilam Pamularsih

Di kelas dulu, sewaktu salah satu guru mata pelajaran memintanya melukis pohon impian, ia menggambarkan sebuah sekolah.

“Suatu saat aku akan punya sekolah sendiri,” ujarnya dalam hari.

Tak dinyana, mimpi bukan lagi bayangan imajiner yang tak teraih di dunia nyata. Kisah itu bermula dari sini.

Mulanya, selepas lulus dari Universitas Negeri Yogyakarta, perempuan berparas ayu tersebut mengikuti program SM3T dari pemerintah. SM3T ialah Program Sarjana Mendidik di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal. Para peserta yang lolos mengikuti seleksi SM3T akan dikirim ke berbagai pelosok negeri. Kala itu, Nilam ditugaskan ke ujung Borneo, tepatnya di Malinau, Kalimantan Utara.

Mimpi mewujudkan pendidikan yang layak di daerah terpencil telah menjadi tekadnya kala ia masih berstatus sebagai pelajar.

Nilam: Tinggalkan Kemewahan Kota Demi Pendidikan PedalamanIDNTimes/Nilam Pamularsih

Berawal dari meneropong realitas terhadap pendidikan di daerah perbatasan, selepas menuntaskan SM3T, ia beranjak ke timur Nusantara, tepatnya di Bajawa—sebuah daerah di daratan Flores yang terkenal dengan perkampungan adatnya.

Bekalnya sebagai analis di Kalimantan Utara dulu cukup untuk mengamati ceruk-ceruk persoalan pendidikan yang muncul di tempat pengabdiannya yang baru. Selepas mendarat di Bajawa, berbekal keberanian, ia lantas mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Visioner. Orang sering menyebutnya Rumah Belajar Visioner.

Nilam: Tinggalkan Kemewahan Kota Demi Pendidikan PedalamanIDNTimes/Nilam Pamularsih

“Visinya sederhana,” tutur penghobi traveling itu. “Yakni, PKBM didesain menjadi lembaga yang bermanfaat bagi lingkungan,” ucapnya, menambahkan. Lembaga yang digarap Nilam menyediakan kursus, bimbingan belajar, dan taman bacaan bagi para pelajar di Bajawa. Menambatkan hati pada Bajawa tak sekonyong-konyong terjadi. Kondisi yang masih cukup jauh dari ukuran kelayakan membuatnya terpanggil menjadi salah satu mesin penggerak roda pendidikan di daerah itu.

Pertama kali membangun lembaga non-formal ini, jalan yang ditempuh tak mulus.

Nilam: Tinggalkan Kemewahan Kota Demi Pendidikan PedalamanIDNTimes/Nilam Pamularsih

Ia harus meyakinkan penduduk setempat bahwa niatnya datang ke tanah mereka murni untuk kepentingan pendidikan. Tak disisipi kepentingan lain, misalnya intrik politik atau penyusupan paham-paham tertentu.

dm-player

Melancarkan pendekatan personal kepada warga, mengetuk pintu dari rumah ke rumah, menjelaskan maksud dan tujuannya bertamu adalah proses yang harus dilalui Nilam hampir setiap hari selama dua pekan pertama. Nyaris semua rumah di satu kecamatan telah ia kunjungi. Hasilnya lumayan. Beberapa tertarik untuk ikut kursus di rumah belajarnya.

Akhirnya, di pengujung 2015, rumah belajar impiannya itu berdiri. Bisa dibilang, Rumah Belajar Visioner itu dibangun dengan penuh kasih. Sebab, Nilam menggarap proyeknya bersama empat orang lain, yakni rekan terdekatnya. Salah satu di antaranya adalah sang kekasih, pria asal Manado yang dulu menjadi kawan di kampusnya: Franky Fransisco Kessek.

Mimpi Nilam dan Franky, yang sama-sama ingin berjuang bagi pengentasan benang-benang kusut di dunia pendidikan, lantas terjawab.

Nilam: Tinggalkan Kemewahan Kota Demi Pendidikan PedalamanIDNTimes/Nilam Pamularsih

Sedikit demi sedikit, setelah merilis lembaga non-formal itu, dukungan mengalir.

Mulanya soal murid. Murid yang semula hanya belasan, kini telah mencapai 110 orang. Selanjutnya ialah tempat belajar. Dulunya, mereka memanfaatkan rumah warga untuk mengajar. Namun kini, berkat pengusaha lokal, keluarga David Wijaya dan Debora Kurniawati, mereka mendapatkan pinjaman sebuah gedung khusus yang bisa dimanfaatkan untuk rumah belajar.

Nilam: Tinggalkan Kemewahan Kota Demi Pendidikan PedalamanIDNTimes/Nilam Pamularsih

Bantuan terus mengalir dari mitra-mitra pendidikan, semisal Gerakan 1000 buku, Jakarta Kumpul Buku, Merdesa Malang, Yayasan Migunani. Mereka mengirimkan buku yang bisa dimanfaatkan untuk menjadi bahan bacaan bagi anak-anak setempat. Nilam sebelumnya telah getol membangun jaringan, bahkan sejak ia merintis gerakan Rumah Belajar Indonesia Bangkit di Kali Code semasa kuliah dulu.

Baca Juga: 25 Potret Kegigihan Anak-anak Perempuan Dunia untuk Mengenyam Pendidikan

Tak cuma berfokus memenuhi fasilitas kegiatan belajar dan mengajar, Nilam juga menerapkan kurikulum yang dirasa unggul agar para siswa bisa menerima materi dengan baik.

Nilam: Tinggalkan Kemewahan Kota Demi Pendidikan PedalamanIDNTimes/Nilam Pamularsih

“Misalnya matematika, kami adopsi dari sistem Prof Yohanes Surya, jadi targetnya siswa menguasai matematika seperti kurikulum tersebut,” katanya.

Sedangkan untuk bahasa Inggris, ia dan tim membentuk kurikulum sendiri. “Kami buat kurikulum sendiri. Kami punya beberapa kelas, misal kelas conversation, ya kami punya target anak-anak lancar english conversation dalam batas waktu tertentu,” katanya.

Nilam dan tim menerapkan fun learning supaya siswa lebih nyaman belajar. Itulah yang membikin lembaga ini berkembang dari waktu ke waktu.

Bergelut dengan tanah rantau, bersemuka dengan orang-orang baru, dan beradaptasi dengan kultur yang berlainan bukan hal yang kelihatannya gampang, apalagi buat Nilam.

Nilam: Tinggalkan Kemewahan Kota Demi Pendidikan PedalamanIDNTimes/Nilam Pamularsih

Di tengah keterbatasan akses menuju pusat keramaian, ia merasa kerap merindukan banyak hal yang kerap ia temui di tempat lahirnya. Hal kecil, semisal pergi menonton bioskop. Namun, demi mencapai harapan memajukan kualitas pendidikan di Tanah Timur, ia rela memendam rindu pada hiruk-pikuk. Rayuan kota besar yang seolah-olah menjadi magnet buat intelektual muda untuk mengembangkan karier juga ditampiknya.

Nilam: Tinggalkan Kemewahan Kota Demi Pendidikan PedalamanIDNTimes/Nilam Pamularsih

“Aku sekarang hanya ingin fokus mengembangkan lembagaku. Kalau bisa malah membangun sekolah formal. Atau menjamah daerah lain di NTT yang dekat dengan Bajawa, seperti Larantuka, Ende, dan sekitarnya. Itu cita-citaku,” kata Nilam.

Baca Juga: 11 Rahasia yang Bikin Sistem Pendidikan di Tiongkok Sangat Maju Pesat

Topik:

Berita Terkini Lainnya