Verbal Bullying: Bullying yang Paling Sulit Dideteksi, Namun Paling Dekat dan Ada di Sekitar Kita

Karena mulutmu adalah harimaumu

"Dih, kamu makan terus, sih. Ntar gendut, enggak ada yang naksir, loh"

"Eh tem, item. Tolong ambilin tas aku dong" 

Sepintas mungkin kalimat diatas rasanya biasa aja. Kayak udah makanan sehari-hari gitu, deh. Apalagi kalimat semacam itu paling banyak ditemui di grup atau sekelompok teman dekat. Oke, mungkin kita niatnya bercanda untuk menambah keakraban sama temen. Tapi tahukah kamu, jika kalimat itu bisa berbalik menjadi sebuah bullying untuk seseorang?

Mari kita kembali kepada judul diatas. Verbal bullying adalah bullying yang paling susah untuk dideteksi diantara semua bullying, seperti bullying fisik dan seksual. Mengapa? Karena bullying nya berupa verbal, alias omongan yang dimana ketika enggak kita rekam pembicaraannya, maka akan menghilang begitu saja. Kecuali ada saksi disana. Enggak seperti bullying fisik yang meninggalkan luka pada tubuh, sehingga keberadaannya lebih 'kentara' atau terlihat. Selain itu, bullying ini susah dikenali karena sudah menjelma menjadi makanan sehari-hari kita seperti contoh kalimat diatas.

Mengapa bisa sampai enggak ketahuan? Karena, kita mengucapkan kalimat itu, dengan berlindung kepada kata "bercanda" atau "Ih kamu sensitif amat, sih. mainmu berarti kurang jauh". Jangan menyamakan standart sensitifitas seseorang dengan standart yang kita punya. Kita punya pengalaman yang berbeda sehingga kita akan memiliki persepsi yang berbeda mengenai kesensitifitas itu sendiri. Mungkin menurutmu, hal itu hanya pembicaraan biasa, namun bisa saja bagi orang lain, itu merupakan sesuatu yang menyakitkan. 

dm-player

Mari kita mencari makna dari bercanda. Bercanda adalah suatu kegiatan dimana kita dengan seseorang atau dengan banyak orang mengeluarkan sebuah lelucon untuk ditertawakan bersama. Tolong digarisbawahi kata bersama. Maka, ketika seseorang yang kamu bercandain itu enggak ketawa, bisa saja kamu telah melakukan bullying dan telah menyakiti hatinya.

Oke, kita pasti enggak bisa memegang kendali perasaan seseorang, bukan? Apapun yang kita katakan bisa berputar menjadi sesuatu yang menyakitkan, sekalipun kita tidak berniat untuk menyakitinya. Namun, harapannya, ketika kita 'melek' dan menyadari mengenai keberadaan verbal bullying, kita akan menjadi lebih berhati-hati lagi dalam berucap. Seperti kata peribahasa, mulutmu harimaumu.

Hati-hati kepada setiap kata yang terucap dari mulut kita, karena jika tidak berhati-hati, akan merugikan kita sendiri. Dan semisal kemungkinan terburuk adalah kalimat kita dianggap negatif olehnya walaupun kita sudah berhati-hati, setidaknya kita enggak akan dihantui oleh perasaan 'bersalah' karena telah mengatakan hal yang membuatnya tersinggung.

Sebagai tambahan, seseorang atau sekelompok yang menjadi 'korban' dari bullying verbal juga sulit untuk dideteksi, karena mereka merasa 'sungkan' atau malu untuk memberitahu kepada orang lain. Mengapa? Karena dia takut semakin diejek sebagai seseorang yang terlalu sensitif dan enggak bisa diajak bercanda, seperti kata teman-teman yang melakukan bullying kepadanya. Sehingga terkadang, korban memilih untuk ikut tertawa, ikut menjelekkan dirinya sendiri, walaupun dalam hatinya terasa hancur. 

Jadi, mulai sekarang, berhati-hati dengan ucapan kita, ya. Supaya enggak ada pihak yang menyakiti dan tersakiti.

Putri Aisya Pahlawani Photo Verified Writer Putri Aisya Pahlawani

20% princess, 80% ordinary human

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya