Tak Hanya Rasisme dan Diskriminasi, 1 Hal Lagi yang Harus Kita Lawan Bersama: Xenofobia!
www.bloemfonteincourant.co.za
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Masih ingatkah kalian dengan kontroversi mengenai Ahok saat pencalonan dia yang pertama kali sebagai wakil gubernur DKI Jakarta? Ahok, alias Basuki Tjahaya Purnama, diterpa dengan berbagai sentimen terkait status dia yang merupakan warga keturunan Tionghoa dan beragama Kristen, yang tak lain merupakan minoritas.
Sentimen terkait ras dan agama yang dianut Ahok mungkin masih menyebar luas hingga saat ini. Kita dapat menyimak berbagai tulisan dan lontaran kata yang datang dari berbagai kalangan yang mengkritik dia semata-mata karena etnisitas dan keyakinan yang dimiliki dia sejak lahir.
Apakah itu rasis? Ya.
Apakah itu tidak bisa dibenarkan? Tentu saja tidak bisa.
Kamu juga pasti sudah paham sebelumnya mengenai rasisme dan pasti bisa mengidentifikasi macam-macam perilaku yang termasuk ke dalam rasisme.
Namun ternyata, masih ada satu isu yang tidak begitu tersentuh oleh pengamatan kita semua. Satu isu yang sebenarnya sudah melanda di kehidupan masyarakat di berbagai negara termasuk Indonesia, dan kasus sentimen terhadap Ahok adalah salah satu contoh kasus yang mencerminkan isu ini.
Isu itu adalah Xenofobia. Xenofobia tak lain adalah suatu ketakutan yang berlebihan terhadap orang asing, atau sering juga diartikan sebagai ketakutan terhadap “pendatang”.
africities2015.orgKetakutan semacam ini umumnya dimiliki oleh mereka yang menganggap diri mereka sebagai “tuan rumah” yang “rumahnya” seakan-akan sedang dijajah dengan kedatangan para pendatang baru ini. Ketika rasa terancam itu membuat mereka paranoid, alhasil akan muncul berbagai sentimen bernada rasis yang ditujukan ke para pendatang. Akhirnya, tindakan rasis dan diskriminatif dapat saja terjadi.
Yang dialami oleh Ahok menunjukkan bagaimana xenofobia berhasil menciptakan rasisme dan diskriminasi hingga membentuk pemahaman yang tidak rasional. Kita juga bisa menemukannya di kehidupan sehari-hari. Perseteruan ojek konvensional dan ojek online misalnya. Kamu bisa menyaksikannya sendiri bagaimana para pengemudi ojek konvensional resah dengan kehadiran ojek online yang dianggap merebut pelanggan mereka. Keresahan ini bahkan membuat sebagian dari mereka tidak segan melakukan diskriminasi dengan menetapkan kawasan sendiri yang tidak boleh dilewati ojek online.
Baca Juga: Ini 8 Filosofi Hidup yang Bisa Kita Pelajari Dari Bermain Layang-Layang
Bahkan tidak hanya terjadi di sini saja, kasus xenofobia bisa kamu temukan di negara lain. Mungkin kamu juga masih ingat dengan “Brexit”, istilah populer yang menggambarkan putusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa.
millennials.grEditor’s picks
Dilansir dari Independent, salah satu alasan yang memicu sebagian besar rakyat Inggris memilih negara mereka untuk keluar dari organisasi supranasional tersebut lantaran ketakutan mereka terhadap kedatangan para imigran korban perang dari Timur Tengah. Atau kamu juga pasti tahu salah satu calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang penuh kontroversi itu. Salah satu kontroversinya yang paling terkenal adalah ketika dia mengatakan rencananya jika terpilih menjadi presiden dia akan melarang semua umat muslim memasuki Amerika Serikat akibat kekhawatirannya dengan isu terorisme.
Kedua kasus yang terjadi di Inggris dan Amerika Serikat ini membuktikan bagaimana xenofobia dapat memberikan pengaruh yang begitu besar.
Bahkan ketika merambah lingkup kenegaraan, xenofobia memungkinkan terbentuknya sebuah keputusan yang hanya didasari oleh kecemasan berlebihan.
Kena Betancur/Getty via abcnews.go.comKamu pun mungkin bertanya-tanya, “Bagaimana bisa rasa takut dan terancam terhadap para imigran dapat mengalahkan kewajiban moral dan kemanusiaan untuk menolong mereka yang membutuhkan perlindungan?”, “Bagaimana bisa hak-hak umat agama tertentu dibatasi hanya karena sebuah kejahatan yang sama sekali tidak dibenarkan oleh siapapun?”.
Itu lah bahaya dari xenofobia yang memungkinkan seseorang bertindak secara tidak rasional yang didasari ketakutan terhadap orang asing.
Fenomena ini juga mengingatkan kita dengan kenyataan bahwa semua orang sesungguhnya terlahir dengan derajat dan hak yang setara.
IDNtimes.comFenomena xenofobia menjadi sebuah pencerminan bahwa ternyata di tengah era globalisasi yang penuh dengan kebebasan dan keterbukaan, masih ada yang memilih untuk menutup pikirannya dan tidak menghargai perbedaan. Tidak membedakan jenis kelamin, ras, golongan tertentu, bahkan agama. Kita tidak seharusnya merasa cemas dengan kehadiran para “pendatang” ini. Mereka juga berhak memilih pergi kemana saja dan tinggal dimana saja. Mereka juga berhak memperoleh perlakuan yang setara.
Terlebih lagi, tidak seharusnya kita menganggap kedatangan mereka dapat menimbulkan kerugian. Apakah salah pengemudi ojek online yang lebih bisa memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat? Apakah salah Ahok yang terlahir dengan etnis dan agama minoritas? Apakah salah semua umat muslim yang menjadi penyebab terorisme? Tentu tidak kan.
www.bloemfonteincourant.co.zaMengutip kutipan Pramoedya Ananta Toer, bahwa “seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan”. Berpikir dan bertindak secara adil sudah menjadi sebuah kewajiban terutama ketika kita hidup di lingkungan yang penuh dengan keberagaman adat dan budaya, seperti di Indonesia. Terutama dalam memperlakukan orang lain, termasuk pendatang sekalipun. Tidak peduli mereka dari golongan minoritas atau bukan, kita harus bisa saling menghargai satu sama lain.
Baca Juga: Setiap Orang Bisa (Pantas) Selamatkan Nilai Kemanusiaan Dunia, Ini Buktinya!
Berita Terkini Lainnya
