Mengajar Murid Nasrani Saat Berpuasa Membuatku Bahagia

Inspirasi Ramadan IDN #Part22

Mengajar menjadi profesiku saat masih duduk di bangku kuliah. Mengajar menjadi salah satu passionku karena bisa membagikan ilmu yang ku dapat selama ini. Ada kebahagiaan tersendiri ketika anak yang ku ajari menjadi tau lebih banyak, bahkan berhasil. Aku menggelutinya selama empat tahun. Menariknya, sebagian besar muridku berasal dari keluarga Nasrani. Sedangkan, aku sendiri seorang muslim. Tapi, kegiatan belajar mengajar tetap berlangsung lancar, justru lebih pengalaman berkesan.

Perbedaan agama bukan halangan berbagi ilmu.

Mengajar Murid Nasrani Saat Berpuasa Membuatku BahagiaDok. Pribadi/Rizal Aditya

Menurut saya, agama bukan menjadi halangan untuk berteman, bahkan menyalurkan ilmu. Aku tetap bersikap profesional mengajar. Mereka pun memperlakukaku dengan sangat baik. Bukan hanya sebagai seorang pengajar, tapi juga sebagai sahabat yang sedang berbagi ilmu. Salah satunya bernama Joshua Sebastian. Murid SD IPIEMS Surabaya kelas 6 itu memintaku memberikan les secara privat.

Meski berbeda keyakinan, hubungan kami sudah seperti keluarga. Mereka memperlakukanku sama istimewanya dengan keluarganya sendiri.

Saat bulan puasa, mereka menyediakan menu berbuka dan tempat beribadah untukku.

Mengajar Murid Nasrani Saat Berpuasa Membuatku BahagiaDok. Pribadi/Rizal Aditya

Aku mengajar di rumah Joshua yang terletak di Darmo Baru Barat, Surabaya, setiap sore pukul 17.30. Jadwal tersebut tak berubah ketika puasa. Tak masalah buatku. Sebab, keluarganya selalu menyiapkan takjil dan minuman manis untuk berbuka. Menu lezat pun selalu siap untuk aku yang telah seharian berpuasa. 

dm-player

Tak hanya itu, mereka juga mempersilakan aku beribadah terlebih dahulu. Ruangan bersih dan ber-AC pun telah disiapkan khusus untuk aku menunaikan salat Magrib. Aku pun bisa beribadah dengan kusyuk dan khidmat. Perlakuan mereka yang begitu istimewa membuatku sangat bahagia. Kadang, aku justru terharu dibuatnya. Mereka tahu betul indahnya toleransi, dan tidak membuat perbedaan sebagai hal yang harus dipermasalahkan.

Tak hanya kepadaku, perlakuan yang sama juga terjadi pada guru muslim lainnya. Misalnya saja Angkita Kirana, guru Bahasa Inggris, yang juga berpuasa sepertiku. Keluarga Joshua tak hanya sekedar tahu bahwa kami sedang puasa, tetapi mereka berinisiatif dan sangat antusias "melayani" kami beribadah. Bagi kami, perbedaan itu sungguh indah adanya.

Baca Juga: Ramadan di UK: Rindu Iklan Sirup Hingga Takut Tak Bisa Puasa Penuh

Saat Lebaran tiba, mereka tak lupa mengucapkan selamat hari raya.

Mengajar Murid Nasrani Saat Berpuasa Membuatku BahagiaDok. Pribadi/Rizal Aditya

Memasuki bulan Ramadan, mereka tak lupa mengucapkan selamat berpuasa untukku. Begitu juga dengan Lebaran. Joshua dan keluarganya juga memohon maaf lahir dan batin. Bukan hanya keluarga Joshua, muridku lain bernama Jonathan Sebastian pun bersikap demikian. Siswa kelas 3 SD itu juga memeluk Kristen.

Ada saja menu spesial yang disuguhkan untuk kami yang berpuasa.  Misalnya seperti martabak manis merk premium yang sengaja dibeli untukku, tanpa aku meminta. Hal ini mereka lakukan bukan semata-mata karena aku "gurunya". Tapi, karena mereka paham betul arti dari saling menghargai, menghormati, serta toleransi antar-umat beragama. Kesadaran mereka memandang sebuah perbedaan sebagai harmonisasi yang indah patut diacungi jempol.

Baca Juga: Perkembangan Pesat Islam di Korea Bikin Nyaman Jadi Rumah Kedua

Topik:

Berita Terkini Lainnya