Indahnya Berlipat ketika Puasa di Tengah Keluarga Non-Muslim

#RamadanMasaKini Menambah kenikmatan beribadah

Puasa memiliki arti menahan lapar, haus dan juga hawa nafsu sejak dari matahari terbit hingga terbenam. Tentu saja puasa akan terasa ringan jika lingkunganmu juga menunaikan kewajiban yang sama sepertimu.

Lalu, bagaimana jika kamu berada di tengah orang-orang yang mayoritas beragama non-muslim? Hal ini sempat menjadi menjadi tantangan besar bagi Ardianto Tanadjaja.

Saat kuliah di Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, Ardi tinggal bersama keluarga besarnya yang mayoritas beragama non-muslim.

Ardi menceritakan pengalamannya berpuasa sendirian, serta kemandiriannya menyiapkan segala kebutuhan puasanya sendiri. Lelaki 22 tahun itu kini tengah bekerja sebagai Project Manager Gapura Digital.

Indahnya Berlipat ketika Puasa di Tengah Keluarga Non-MuslimDok. IDN Times

Saya kuliah di Surabaya, sehingga harus tinggal bersama papa dan saudara-saudara saya di Madura, Jawa Timur.  Saat itu adalah tahun pertama saya menempuh bulan puasa di keluarga papa saya yang mayoritas beragama non-muslim.

Awalnya memang sangat berat, karena saya harus menjalani sahur dan buka sendirian. Bahkan, terkadang saya juga harus melihat saudara-saudara saya makan dengan lahapnya di siang bolong.

Tak jarang mereka terheran-heran dengan ibadah puasa yang saya jalani. Mereka juga sempat menanyakan bagaimana bisa saya kuat menahan lapar dan haus dari pagi hingga petang.

1. Sahur dan buka sendirian, sudah biasa

Indahnya Berlipat ketika Puasa di Tengah Keluarga Non-MuslimDok. IDN Times

Berbeda dengan saat tinggal bersama ibu saya di Bekasi, Jawa Barat. Saya tak perlu bingung atau repot mencari kebutuhan sahur dan buka puasa.

Ibu saya menyiapkannya setiap hari. Selain itu, ibu saya juga ikut menjalankan ibadah puasa. Tak ada tantangan atau hambatan berarti ketika orang-orang di sekeliling kita juga berpuasa.

Sedangkan, di Madura, saya harus lebih menguatkan iman selama puasa. Sebab, keluarga besar saya tidak menjalankan puasa.

dm-player

Godaannya lumayan ya, ketika melihat saudara saya makan siang dengan lahap, makan es krim di siang hari, hingga tak perlu bangun tengah malam untuk sahur.  

Saya juga harus menyiapkan keperluan sahur dan buka puasa sendirian. Mulai dari kewajiban bangun sendiri, masak sendiri, menunggu waktu subuh sendiri, berbuka puasa pun sendiri. 

Namun, hal ini justru membuat saya menjadi pribadi yang lebih mandiri dan lebih merasakan hikmah puasa. Bagi saya, keberagaman tersebut menjadikan puasa saya lebih bermakna. 

2. Meskipun berbeda sendiri, gak ada saudara yang melarang untuk puasa

Indahnya Berlipat ketika Puasa di Tengah Keluarga Non-MuslimDok. IDN Times

Awalnya, mereka meragukan ibadah saya dengan pertanyaan-pertanyaan yang terkadang membuat malas menjawabnya. Tetapi, setelah melihat keyakinan saya untuk tetap berpuasa, akhirnya mereka percaya. Lama kelamaan mereka mulai menemani saya berbuka, terkadang mereka juga menyiapkan hidangan untuk makanan berbuka saya.

Baca Juga: Harga Bahan Terus Melangit, Ini 5 Tips Berhemat Selama Ramadan

3. Puasa Senin-Kamis jadi bekal untuk puasa sebulan penuh 

Indahnya Berlipat ketika Puasa di Tengah Keluarga Non-MuslimDok. IDN Times

Biar gak kaget saat menghadapi puasa Ramadan, biasanya saya melatih diri saya dengan berpuasa sunah Senin-Kamis. Meskipun gak rutin, tapi ini cukup membantu saya terbiasa puasa secara berturut-turut.

Bagi saya, puasa itu pilihan. Apalagi jika kita tengah menjadi minoritas pada saat puasa. Hal ini justru menjadi tantangan yang menarik buat saya.

Ketika saya berhasil menyelesaikan puasa dalam keadaan seperti ini. Saya menjadi lebih bersyukur dan merasakan kenikmatan tiada tara yang belum pernah saya rasakan pada bulan-bulan puasa sebelumnya. Meski berbeda, saya merasakan keindahan dan kedamaian tersendiri. 

Puasa itu pilihan. Jika kamu telah memilih untuk puasa, maka niat dan nikmatilah!

Baca Juga: [LINIMASA] Fakta dan Data Arus Mudik Lebaran 2019

Topik:

  • Dewi Suci Rahayu

Berita Terkini Lainnya