Chusnul Khotimah: Mengabdi Itu Tujuan Hidupku
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pernahkah ada orang yang menanyaimu tentang pekerjaan sosial apa saja yang pernah kamu lakukan? Kegiatan sosial yang bisa membuat kamu jadi lebih bermakna bagi orang lain. Menjadi telinga bagi mereka yang butuh didengarkan dan menjadi rumah bagi mereka yang tidak tahu ke mana harus pulang.
Bagi sebagian orang, kegiatan ini menjadi hal merepotkan dan akan merugikan diri sendiri, karena harus berkorban begitu banyak hal, mulai dari uang, tenaga, pikiran, hingga waktu yang banyak tersita.
Namun, sebagian orang lainnya justru menjadikannya sebagai tujuan hidup. Menurut mereka, mendedikasikan diri untuk orang lain wajib dilakukan.
Menjadi pekerja sosial tak semudah yang orang bayangkan. Bukan juga pencitraan seperti yang banyak orang labelkan kepada mereka.
Sama sekali tak mudah untuk selalu bersama dengan "orang asing" yang akan dibantu. Apalagi tidak ada hubungan keluarga atau kekerabatan sama sekali.
Chusnul Khotimah, wanita asal Surabaya, Jawa Timur, berbagi cerita tentang pengalamannya berkecimpung di dunia sosial. Lebih dari 10 tahun, ia mengabdikan dirinya untuk para kaum papa.
1. Berawal dari pengetahuan tentang bertumpuknya generasi muda yang tak beruntung, Chusnul memulai perjalanannya
Lahir dan dibesarkan di Surabaya, Chusnul tak pernah terpikir untuk merantau ke pulau seberang. Apalagi untuk mengabdikan dirinya sebagai pekerja sosial. Saat duduk di bangku SMA, seorang teman membawanya ke salah satu panti asuhan di Surabaya.
Hati nuraninya terketuk dan mulai memikirkan nasib anak-anak tak berdaya, yang tak mampu bersuara kepada siapa mereka harus meminta pertolongan. Banyak sekali anak yang dibuang dan tidak mendapatkan perlakuan yang sepantasnya.
Ia merasakan sendiri tak enak rasanya tak punya orang tua. Ya, sejak belia, kedua orang tua Chusnul telah pergi mendahuluinya. Selamanya.
Tekadnya semakin kuat. Sampai akhirnya Tuhan memberikan jalan untuk wanita berusia 26 tahun ini memulai perjalanannya.
Tepatnya pada 2014, seorang teman dari Surabaya mengelola sebuah lembaga sosial yang berfokus pada kesejahteraan sosial, pendidikan, dan pembinaan moral. Keluarga yang awalnya tidak menyetujui, berangsur-angsur luluh karena niat mulia Chusnul.
2. Tahun 2014, Chusnul bergabung dengan Al-Kahfi Balikpapan dan memulai pengabdiannya
Editor’s picks
Ada beberapa program di Al-Kahfi Balikpapan, yaitu panti asuhan, santunan bagi warga yang kurang mampu, bantuan modal usaha, sembako, serta santunan pendidikan. Semuanya ini bertujuan mengentaskan kemiskinan di kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Dimulai dari pemetaan keluarga yang butuh bantuan, Chusnul dan timnya memulai dari lingkungan yang paling kecil yaitu RT. Setelah itu, melakukan survei terkait jenis kesulitan tiap keluarga.
Pengalaman yang Chusnul dapat pun semakin hari semakin bertambah. Merawat anak-anak kecil hingga membantu warga. Semuanya dilakukannya dengan tulus dan telaten. Ia pun turut merasakan penderitaan mereka.
Mulai dari tidak diakui dan dibuang orangtua, anak tiri korban KDRT, bahkan korban pelecehan orang tuanya sendiri. Semua yang dulu hanya dilihat di televisi, kini ia melihatnya secara langsung. Bahkan, ia harus berpikir keras untuk turut mencari solusinya.
Kini ia bertugas di Malang, Jawa Timur, dengan lembaga dan mengemban tanggung jawab yang sama.
Baca Juga: Mengajar Murid Nasrani Saat Berpuasa Membuatku Bahagia
3. "Jangan sampai ada atau tidak adanya kita di dunia, itu tidak ada bedanya."
5. Mendedikasikan diri untuk orang lain bukan perkara ingin atau tidak ingin, tapi panggilan hati
Tidak semua orang mau mengabdikan diri untuk orang lain yang benar-benar tidak memiliki hubungan keluarga. Kata Chusnul, tantangan terberat adalah ketika dia merindukan keluarganya.
Jarak yang cukup jauh menghalanginya untuk bisa pulang kapan saja. Tapi, ia bersyukur sekarang ada kemajuan teknologi yang membuatnya bisa bertatap muka, tanpa harus bertemu keluarganya.
Tidak semua orang mau mengorbankan dirinya untuk orang lain. Apalagi di zaman yang serba susah sekarang ini. Semua orang bukan berlomba untuk membantu orang lain, justru seringkali menjatuhkan orang lain. Tidak ada lagi rasa peduli dan toleransi kepada sesama. Jangankan mendedikasikan diri, sekadar menolong saja harus berpikir beribu kali. Kasih terhadap sesama pun mulai pudar, bahkan hilang.
Chusnul menjadi contoh anak muda yang masih memiliki harapan, bahwa di dunia ini masih banyak orang yang peduli. Di bulan puasa ini, marilah menjadi terang bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga orang lain. Tebarkan banyak cinta dan kebaikan demi dunia yang lebih baik.
Baca Juga: [LINIMASA] Fakta dan Data Arus Mudik Lebaran 2019