Bagimu Aku Anak yang Nakal, Tapi Aku Tetap Sayang Ayah Ibuku
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Di mata mereka, mungkin aku hanyalah jiwa muda.
Yang tak gemar berdiam di kala malam.
Haus akan hiburan.
Hambur akan uang.
Ya, aku memang senang.
Bersembunyi di balik setir.
Menghabiskan malam.
Memandang jalan.
Menikmati kosmopolitan.
Menantang gemerlap ibukota.
Kata mereka, aku ini nakal.
Ya terang saja, mereka hanya mengintip keseharianku.
Yang hanya,
Gemar berdansa musik keras.
Gemar memabukkan diri.
Gemar menghisap putung rokok.
Gemar pulang di kala matahari terbit.
Kata mereka, aku ini liar.
Tapi memang, menjadi liar itu asyik dan menegangkan.
Merasa risih ketika harus bergegas pulang.
Padahal malam masih panjang.
Baca Juga: Benar Gak Sih, Anak yang Dulunya Nakal, Sekarang Pasti Jadi Orang Sukses?
Editor’s picks
Aku bukanlah liar.
Aku adalah pengembara.
Yang menolak rasa takut.
Namun diiringi ketidakstabilan dan penerimaan.
Mungkin,
Kadang aku membangkang.
Kadang aku melantang.
Kadang aku diam bertameng.
Kadang aku pandai merangkai bual.
Namun, dari semua rangkaian itu.
Kau, ayah dan ibu, kau seorang penetap.
Yang merangkul semua nelangsaku atas ranah kehidupan.
Nelangsaku selalu saja kutumpahkan padamu.
Aku sadar dan waspada.
Aku mengetahui.
Kau selalu berada mengawasiku.
Kau selalu mengingatkanku.
Kau selalu memberikan makna hidup kembali.
Kau selalu membuat aku kembali bersua dengan kebahagiaan.
Di saat aku tersedak kehidupan.
Maafkan aku telah berlaku demikian.
Maaf juga telah kecewakan.
Terima kasih atas penerimaan yang tulus.
Aku mencintai kalian hari ini,
Aku mencintai kalian kemudian.
Selalu.
Baca Juga: 14 Tipe Ayah Berdasarkan Chat dengan Putrinya: Ayahmu yang Mana?