Surat untuk Orangtua: "Jika Ada Kata yang Bisa Mewakili Rasa “Lebih dari Terima Kasih”, Kan Kuucapkan Itu

Akan ada menit di mana tangis bukan lagi haru, tawa bukan lagi lucu, melainkan semua adalah wujud dari sendu.

 

 

Teruntuk kedua orang tuaku yang sedang menikmati hangatnya mentari,

Ah, iya, aku lupa. Sekarang sedang musim hujan. Namun memang rasanya hari selalu tampak cerah, karena selama ada kalian, aku selalu merasa teduh.

Mah, Pah, kedatangan hujan lama - lama seperti rindu. Berkali - kali dan awet. Membuatku selalu ingin menanyakan kabar kalian. Namun entah, rasanya terlalu canggung untuk sekadar menanyakan kabar. Yang pasti, aku selalu senang ketika masih bisa melihat kalian menciptakan senyuman di setiap pagi. Walaupun aku tidak tahu apa yang sebenarnya ada dalam benak dan lubuk hati kalian. Kalian selalu berusaha menampakkan kebahagiaan. Memang begitu, bukan? Tak pernah bermaksud ingin membuat anak - anak kalian khawatir.

Mah, Pah, setiap waktu aku merasa dihujani rindu. Padahal kita masih berada di bawah atap yang sama, namun rasanya kesibukan telah merenggut waktu kebersamaan kita. Ya, aku. Aku yang sok sibuk. Seolah tidak ada lagi waktu yang tersisa untuk hanya sekadar bercengkerama. Maafkan aku Mah, Pah..

Aku memang tidak seperti Mamah, mentari dengan sinar ketulusan yang tak pernah lekang oleh waktu untuk menjadikan "rumah adalah surgaku" tak sekadar peribahasa. Kau tentu orang pertama yang sering mengingatkanku ini itu, dan aku adalah orang yang sering mengabaikanmu karena merasa terlalu dicereweti. Tidak menghargai waktu yang kau buang hanya untuk menungguku pulang. Tidak menghiraukan detik yang memberi kesempatan untuk bisa bersama denganmu. Dan.. tidak bisa cukup membuktikan  bahwa aku menyayangimu. Jika kulihat debu selalu saja muncul walau sudah disapu, maka apakah sayatan dalam hatimu akan tetap ada walau telah terucap maaf dari bibirku? Maafkan aku Mah... Aku sadar aku hanya bintang kecilmu yang selalu sok kuat, padahal rapuh, mudah menangis dan mengeluh.

Aku memang tidak setangguh Papah, bulan dengan sinar keberanian yang mampu mengemban amanah, pemimpin pasukan dalam menyusuri perjalanan ke tempat persinggahan abadi yang nantinya sama - sama bisa dilalui. Aku juga sering menorehkan goresan tajam pada relung sukmamu tanpa kusadari. Memang, kau tampak dingin, tak banyak bicara. Namun terkadang ada raut wajah yang berbeda ketika kau merasa kecewa. Maafkan aku Pah, aku yang sering tidak peka terhadap perhatian dan perlindungan yang kau beri. Hal yang paling akan kuingat adalah kau yang selalu meluangkan waktu untuk mengantarku ke mana pun aku minta. Sedangkan aku selalu menunda - nunda ketika kau mintai tolong.

Mah, Pah, kalian memang tidak pernah sengaja mengajariku seperti guru mengajari murid di sekolah. Namun, dari keseharian yang kulihat, dari ketulusan yang kalian beri, dari ketangguhan kalian menghadapi kehidupan, dari sana aku banyak belajar. Kalian juga menyadarkanku tentang arti cinta sejati. Cinta yang tak diumbar, yang tak hanya manis di lisan, tak hanya indah dalam tulisan, adalah ketulusan dari sebuah rasa yang diam. Dicintai kalian, aku menjadi tahu, kadar sejati tak diukur dari seberapa sering diungkapkan, seberapa panjang kata dirangkai. Ia cukup dirasa dan dibuktikan dengan perbuatan. Seperti kalimat yang pernah kutemui;

Love is not what you say, but love is what you do.

dm-player

Dan aku tidak tahu Mah, Pah, bagaimana bisa sejarah menetapkan satu hari sebagai hari kasih sayang. Sementara aku merasa disayangi kalian setiap hari, setiap waktu yang berjalan tanpa terhenti sedetik pun, bahkan selama bumi berputar dan tak mengkhianati porosnya selama itu pula kasih selalu ada di antara kita. Tidak ada lagi kasih sayang yang perlu aku pertanyakan setiap kali aku melihat senyuman tulus terpancar dari hati dua insan pelipur lara, yang tetes keringat selalu menjadi bukti ketulusan bukan untuk dipamerkan.

Mah, Pah... Aku akan menjadi orang pertama yang menyesal bila tak sempat memohon maaf dan mengucapkan terima kasih kepada kalian. Sepasang makhluk yang diberi tugas mulia untuk menjaga sebuah titipan. Ya, aku adalah titipan itu. Titipan yang merepotkan, tidak tahu terima kasih, sering membuat kesal, tidak perhatian dan sifat sejenis lainnya yang walau begitu masih saja kalian maklumi. Ah, jika orang lain, mana ada yang bisa begitu.

Mah, Pah.. Jika ada kata yang bisa mewakili rasa “lebih dari terima kasih” mungkin aku akan mengucapkan itu. Meskipun aku tahu kalian pasti hanya menjawab “Tidak perlu terima kasih, kamu cukup terima saja.” Ya, kalian tidak pernah mengharap mendapat balasan apapun atas apa yang kalian berikan kepadaku. Membuat aku semakin jatuh cinta. Semoga ini tak sekadar basa – basi semata.

Sungguh, jika ini terdengar berlebihan, maka yang berlebihan adalah ketulusan cinta yang kalian berikan untukku. Kadarnya sampai memenuhi setengah hati. Mengapa tidak ‘sepenuh’? Karena setengahnya lagi akan kuberikan untuk Mamah membuat sambal goreng kentang. Salah satu masakan favorit yang aromanya sering mengandung unsur kerinduan. Hehe. Itu hati ayam.

Aku tahu, singgasana ini bukan tempat yang abadi. Hal fana ini akan segera pergi sebagaimana jemari kita yang tentu tak bisa terus bersatu. Akan ada menit di mana tangis bukan lagi haru, tawa bukan lagi lucu, melainkan semua adalah wujud dari sendu. Sendu yang tak bisa dipungkiri karena perpisahan tidak akan pernah bisa dihindari.

Sebenarnya tidak akan pernah cukup ratusan kata dapat menyeimbangkan tentang rasa yang ingin diungkapkan. Namun yang pasti, aku selalu berdo’a agar berjalan bersama kalian di atas jembatan yang di bawahnya mengalir sungai – sungai indah itu tidak sekadar harapan. Saling menggenggam tangan menuju singgasana terindah yang bukan lagi seperti dunia kita sekarang.

Mah, Pah, lihatlah awan, lembutnya mengingatkanku tentang cara kalian menuangkan kasih sayang. Lihatlah langit, luasnya masih tidak cukup untuk tempat menorehkan rasa sayangku pada kalian. Dan lihatlah bintang, eits, tak perlu memandang ke langit, cukup lihatlah aku....

 

Dariku,

Yang selalu ingin menjadi bintangmu

 

Windi Ariesti Anggraeni Photo Writer Windi Ariesti Anggraeni

Seorang mahasiswi yang sedang menyukai writing, vlogging, travelling.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya