Rosa Dahlia, Berani Berkarya & Mendedikasikan Diri di Pedalaman Papua

#AkuPerempuan "Perempuan harus punya mimpi dan keberanian untuk mewujudkan mimpi itu!"

IDN Times berkesempatan mewawancarai salah satu perempuan tangguh yang bisa menjadi sumber inspirasi bagi generasi muda. Masih berusia 30 tahun, Rosa Dahlia sudah mendedikasikan dirinya untuk menjadi guru SD di pedalaman Papua. Meninggalkan zona nyaman di pulau Jawa dan memilih tinggal jauh dari keluarga yang berada di Magelang adalah pilihan berani yang diambilnya.

Lantas seperti apa cerita inspiratif perempuan tangguh ini? Yuk, simak penuturannya di artikel ini!

1. Rosa Dahlia sudah mendedikasikan diri hampir 5 tahun lamanya

Rosa Dahlia, Berani Berkarya & Mendedikasikan Diri di Pedalaman Papuainstagram.com/avonturose/

Perempuan berambut ikal ini sudah mendedikasikan diri di Papua sejak 2013 dan berada di Asmat sejak 2016. Ketika hampir semua perempuan seusianya berlomba-lomba bekerja di perusahaan bonafit atau membangun keluarga, maka berbeda dengan Rosa. Dia dengan berani pilih untuk mengejar mimpinya. "Awalnya karena mimpi. Aku pengen banget bisa ngajar di pedalaman Papua."

Selain menjadi guru SD di pedalaman, Rosa juga sudah mendirikan tiga komunitas yang membantu menaikkan taraf pendidikan anak-anak pendalaman, antara lain 1 Buku (2011) komunitas yang bergerak untuk mengumpulkan dan mendistribusikan buku untuk rumah baca di pelosok Indonesia. Sekarang sudah tersebar di berbagai daerah seperti Maluku, Poso, Tambora, NTT, Jogja, Wonosobo, Cirebon, Papua, dan banyak lainnya.

Kemudian ada komunitas Honai Pintar (2015), komunitas rumah baca. Lalu yang terakhir ada komunitas Elege Inone (2017), komunitas yang membantu murid di Poga untuk melanjutkan sekolahnya. Hingga kini sudah ada tiga murid yang dikirim ke Jogja untuk menimba ilmu.

Ada sederet perempuan kuat yang menjadi salah satu sumber inspirasinya. Butet Manurung, Jane Goodall, Bunda Teresa, dan Tafira Oktiani. Alasannya sederhana, karena mereka berbeda dari perempuan pada umumnya. "Mereka berani, tangguh, mandiri, dan gak sibuk dengan dunianya sendiri." ujar almamater Sanata Dharma jurusan Sastra Inggris ini.

2. Tantangan dari keluarga gak menyurutkan langkahnya untuk menjadi guru SD di pulau timur Indonesia

Rosa Dahlia, Berani Berkarya & Mendedikasikan Diri di Pedalaman Papuainstagram.com/avonturose/

Restu dari keluarga, terutama orangtua tak serta merta langsung dikantonginya. Keluarga menentang, bahkan mendiang sang ayah sempat tidak berbicara sepatah katapun hingga tahun keduanya di Papua.

"Awalnya ditentang. Satu-satunya orang yang berbesar hati memberi izin cuma kakekku. Alm. Bapak malah ketika dulu aku pamiti ga mau ngomong apapun sampai tahun kedua aku di Papua. Bapak berat hati kalau aku berkarya di Papua. Selain karena aku perempuan dan bungsu, bapak berfikir bahwa aku sudah disekolahkan tinggi sampai sarjana. Kenapa "hanya" jadi guru SD di pedalaman."

Meski demikian kegigihannya berbuah manis juga. "Lambat laun keluarga menerima pilihanku ini. Mereka mendukung apa yang aku lakukan di Papua. Bentuknya? Dengan "membiarkan" aku tetap berkarya di tanah impianku ini."

3. Banyak pengalaman berharga yang membuka matanya selama berada di tanah Papua

Rosa Dahlia, Berani Berkarya & Mendedikasikan Diri di Pedalaman Papuainstagram.com/avonturose/

Hidup jauh dari gemerlap kota dan keluarga tentu bukan pilihan mudah. Ada banyak tantangan yang dihadapinya setiap hari, apalagi ketika harus hidup di hutan. Rosa harus berjuang memberikan pendidikan yang layak di tengah keterbatasan dan perbedaan bahasa dan budaya.

"Mulai kondisi geografisnya yang semua aktifitas di atas papan, ga ada jalan darat, mempelajari karakter masyarakatnya, harus belajar budaya dan bahasa baru karena suku Lani dan Asmat jauh berbeda, daaaan harus pinter-pinter jaga diri supaya ga kena malaria. Hahaha" ujar wanita berkulit sawo matang ini.

Rosa Dahlia, Berani Berkarya & Mendedikasikan Diri di Pedalaman Papuainstagram.com/avonturose/

Selain itu, hidup lama di Papua membuatnya panen pengalaman yang benar-benar membekas di memorinya.

dm-player

"Kalau di Asmat, dulu awal tinggal di Asmat aku ketemu sama anak yang mengalami gizi buruk. Umur 3 tahun tangannya hanya sebesar ibu jariku. Waktu itu ketemunya di hutan waktu aku dan teman-teman patroli. Badannya tinggal kulit dan tulang. Kepalanya penuh dengan luka. Trus pas nemuin dia telanjang dan cuma dibalut pake sarung lusuh terus digletakin di sebelah tungku. Gak berdaya sama sekali."

"Kalau selama ini aku sering lihat anak dengan kondisi begitu itu cuma di TV, foto, atau film, sekarang aku lihat langsung, pegang langsung. Pertama kali aku pegang aku bingung harus bersikap. Kalau aku nangis kok malu sama keluarganya, kalau aku tahan tangisan kok berat banget rasanya saking sedihnya waktu itu."

"Trus akhirnya aku dan temen-temen minta orang tuanya untuk bawa anak itu ke kampung untuk diobati. Singkat kata Amelia Tombes, anak itu, kami berikan makanan tambahan di rumah. Setiap pagi, siang dan malam dia datang ke rumah dan kami gantian ngurus dia. Sampai akhinya dia diminta untuk bawa ke kota supaya diperiksa."

"Ternyata selain gizi buruk, dia TBC juga. Beberapa waktu melakukan pengobatan, berat badannya naik. Dia juga lebih ceria. Tapi sayang orang tuanya gak telaten ngurus, akhirnya pengobatan untuk TBC ga tuntas. 15 September 2016 lalu, Tombes meninggal. Dan itu pukulan besar buat aku."

Baca juga: Whulandary Herman, Cinta Indonesia dengan atau Tanpa Mahkota

4. Terus belajar adalah caranya tetap bisa survive menghadapi tantangan hidup

Rosa Dahlia, Berani Berkarya & Mendedikasikan Diri di Pedalaman Papuainstagram.com/avonturose/

Meski sudah pernah mendapatkan penghargaan Pahlawan Untuk Indonesia 2016 dalam kategori pendidikan, namun Rosa tak merasa sombong dan berpuas diri. Justru dia merasa harus selalu belajar dan belajar supaya bisa terus survive.

"Rendah hati dan membuka diri untuk terus mau belajar dari masyarakat. Sering-sering main ke rumah warga, ikut mereka ke hutan, belajar anyam, belajar dayung perahu kayu, belajar bahasa asmat, belajar budayanya, belajar goyang, pokoknya belajar dan belajar."

5. Banyak yang mencibir pilihan hidupnya satu ini, namun Rosa tetap bertekad dan cuek saja dengan apa kata orang lain

Rosa Dahlia, Berani Berkarya & Mendedikasikan Diri di Pedalaman Papuainstagram.com/avonturose/

Tak seperti perempuan kebanyakan yang sudah menikah dan memiliki anak atau berkarir di perusahaan prestige di usianya yang sekarang, membuatnya sering mendapat cibiran dan dipandang sebelah mata. "Sering pakai banget, tapi untung sa su telinga babi sih, jadi kalau dorang omong begitu sa kasih tinggal. Cuekin aja. Hahaha. (Untung saya punya telinga babi, jadi kalau ada orang ngomong begitu saya tinggal saja)."

Rosa meyakini bahwa yang penting itu perempuan harus berani mencintai diri sendiri, punya jiwa tangguh (bukan hanya tangguh secara penampilannya saja), dan mandiri. Prinsip inilah yang selalu diyakini dan dipegang teguh olehnya hingga kini.

6. Pesan Rosa untuk para perempuan Indonesia

Rosa Dahlia, Berani Berkarya & Mendedikasikan Diri di Pedalaman Papuainstagram.com/avonturose/

"Setiap manusia, perempuan khususnya, itu harus punya mimpi dan keberanian untuk mewujudkan mimpi itu. Selain itu perempuan juga harus mencintai setiap jengkal tubuhnya tanpa kecuali, harus bekerja dan berkarya karna dua hal itu tempat kita untuk mengaktualisasikan diri, tahan banting, berwawasan luas, dan jangan sibuk dengan diri sendiri." ujar perempuan berusia 30 tahun ini.

Perjuangan luar biasa Rosa tentu menginspirasi para perempuan Indonesia untuk berani bermimpi dan berkarya. Intinya, jangan mencemaskan apa kata orang dan jadilah seseorang yang bisa berguna untuk lingkungan. Semoga akan ada banyak Rosa Dahlia lainnya yang bisa memberikan kontribusi positif untuk kehidupan orang-orang di sekitar ya.

Baca juga: Aditira Hanan, Selebgram yang Ingin Ubah Pandangan Tentang Berat Badan

Topik:

  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya