Alamanda Shantika, Tinggalkan Go-Jek Agar Anak Bangsa Lahirkan Startup

#AkuPerempuan Kisah sukses perempuan di ranah teknologi

Jakarta, IDN Times-Bagi orang-orang yang memperhatikan perkembangan digital startup di Indonesia pasti sudah tidak asing dengan nama Alamanda Shantika Santoso atau yang akrab disapa Alamanda.

Bersama Nadiem Makarim, Alamanda merintis Go-Jek dari nol hingga bisa menjadi salah satu digital startup paling besar di Indonesia. Tapi, di saat Go-Jek sudah mulai stabil, dia justru memilih hengkang dan untuk fokus membangun ekosistem digital startup di nusantara.

1. Alamanda belajar problem solving sejak kecil dengan belajar matematika dan coding

Alamanda Shantika, Tinggalkan Go-Jek Agar Anak Bangsa Lahirkan Startupinstagram.com/alamandas

Tidak banyak anak perempuan yang sangat tertarik pada matematika, bahkan coding di usia yang masih sangat belia. Namun, Alamanda memang lain. Sang ayah sudah mengajarinya matematika dasar sejak umur empat tahun dan rupanya dia menyukainya.

"Itu salah satu penyebab mengapa saya bisa belajar coding di usia 14 tahun. Kalau tidak, mungkin akan lain ceritanya."

Wanita lulusan Binus ini mengaku bahwa ia sangat menyukai Matematika dan IT karena mampu membuatnya belajar lebih dalam tentang problem solving. Ketertarikannya untuk memecahkan masalah juga terlihat dari seringnya dia melakukan bongkar-pasang mobil mainan sewaktu kecil.

Ketika sudah bisa coding, ia pun mempraktikkan kemampuannya dengan membuat halaman blog sendiri yang berisi esai-esai, puisi-puisi, desain buatannya. Ya, selain Matematika dan IT, Alamanda juga suka menulis dan mendesain. Tidak hanya itu, kepada IDN Times dia menyebut bahwa bermain saksofon dan biola merupakan kegemarannya yang lain.

Dengan keahlian serta hobinya, Alamanda menjelma menjadi sosok wanita yang menyuguhkan pendekatan berbeda di lingkungan kerjanya. Cara berpikirnya bukan tentang menciptakan aplikasi teknologi semata.

Alamanda punya mata yang jeli untuk mengidentifikasi persoalan dan menawarkan solusi. Sedangkan jiwa artistiknya melahirkan sisi humanis yang sangat membantu dalam memahami karakter orang-orang yang bekerja dengannya. Hasilnya, ia seperti seorang ibu yang mengasihi anak-anaknya.

2. Selain Nadiem Makarim, orangtua adalah mentor hidup yang membuatnya berhasil seperti sekarang

Alamanda Shantika, Tinggalkan Go-Jek Agar Anak Bangsa Lahirkan Startupinstagram.com/alamandas

Dalam wawancara dengan IDN Times via telepon, Alamanda sering menyebut sejumlah peran penting yang dimainkan oleh kedua orangtuanya. Bahkan, ia berkata bahwa sangat banyak pesan-pesan yang diberikan oleh mereka, yang kemudian mengantarnya menjadi satu dari sedikit pilar penyangga digital startup di Indonesia.

Sang ibu memberi contoh bahwa keikhlasan dalam bekerja untuk membantu sesama itu penting. Sedangkan Alamanda nampaknya belajar untuk selalu memelihara ambisi dari sang ayah.

"Mereka mendidik saya untuk bekerja dengan hati. Mama saya pernah bekerja di sebuah sekolah dan beliau sering mengantar murid-muridnya pulang ke rumah. Mama mengajarkan bahwa jangan melihat sesuatu dari materi, tapi apa yang bisa kita lakukan untuk orang lain. Sedangkan Papa saya berpesan bahwa saya harus selalu jadi yang berbeda; jadi orang gila di antara orang waras dan jadi orang waras di antara orang gila."

Sang ayah pula yang mengajarinya menyetir mobil di usia sembilan tahun. Bisa jadi itu adalah usaha ayah Alamanda untuk membangkitkan rasa percaya dirinya sejak kecil bahwa dia bisa menjadi sosok pembeda di mana pun berada. Kepindahannya dari Go-Jek ke Kibar hingga sekarang menjadi founder Binar Academy pun tak lepas dari wejangan yang diberikan orangtua.

"Mama saya pernah berpesan 'kamu sekarang sudah berhasil mendidik engineers di Jakarta dan Jogja, tapi jangan lupa Indonesia itu luas banget, banyak yang belum kenal internet, dan sekarang saatnya kamu untuk mengejar itu'."

Meski awalnya dia sempat ragu-ragu apakah bisa mewujudkan pesan itu, namun dia akhirnya menemukan tandem yang tepat bersama Kibar.

Bergabung dengan Kibar tidak berarti melupakan tempatnya belajar dulu, yaitu, di Go-Jek. Alamanda mengaku bahwa Nadiem juga merupakan mentor dan inspirasinya untuk semakin bekerja keras mewujudkan ambisinya.

Dari Nadiem, Alamanda belajar bahwa jika kita berani benar, maka kita juga harus berani salah. Dirinya mencontohkan bahwa suatu saat dia ingin membuka kantor Go-Jek di Jogja. Ketika dia mengungkapkan keinginannya tersebut kepada Nadiem, tanpa pikir panjang bos Go-Jek itu merespon,"Why not?".

Baca juga: Naela Ali, Ilustrator Muda Indonesia yang Memadukan Hobi dengan Bisnis

dm-player

3. Bermimpi menjadi Menteri Pendidikan, Alamanda pun berharap bisa mengubah pola pikir masyarakat agar membangun startup atas dasar kesadaran sosial

Alamanda Shantika, Tinggalkan Go-Jek Agar Anak Bangsa Lahirkan Startupinstagram.com/alamandas

Alamanda menyebut bahwa dia merasakan titik balik kehidupan ketika masih menduduki posisi petinggi Go-Jek.

"Ternyata dengan adanya Go-Jek, banyak banget orang yang terbantu. Benar-benar kelihatan nyata ada 250.000 drivers yang terbantu. Jadi, dari situ aku semakin semangat untuk memunculkan banyak startup."

Di Go-Jek, Alamanda memang salah satu leader. Sepanjang berkiprah di sana pun ia menyadari bahwa tugas seorang pemimpin itu adalah menciptakan pemimpin-pemimpin lain. Dia pun memutar otak untuk menemukan jawaban bagaimana caranya agar ada Go-Jek lain di luar sana yang bisa membantu banyak orang.

"Caranya adalah aku harus mengedukasi orang lain agar jadi seperti Nadiem Makariem yang memecahkan persoalan yang ada dengan teknologi digital. Saya benar-benar ingin fokus di situ. Saya ingin menjadi Menteri Pendidikan dan ini (bergabung dengan Kibar) adalah salah satu jalan untuk menuju ke sana."

Sejumlah tantangan harus dihadapi untuk menjadikan mimpi itu sebuah kenyataan. Masih banyak kesenjangan pengetahuan yang terjadi dimana orang-orang di pelosok Indonesia belum mengenal betul internet dan segala fungsinya. Alamanda juga tidak ingin orang hanya membuat startup karena ikut-ikutan.

"Kita harus mempunyai kesadaran sosial terhadap lingkungan. Kita harus membuka mata lebar-lebar. Lihat persoalan sekitar. Masih banyak juga yang tidak melihat persoalan-persoalan itu. Lalu, mau untuk melakukan perubahan."

4. Cara-cara yang ditempuh adalah dengan meluncurkan Gerakan 1000 Startup dan FemaleDev bersama Kibar

Alamanda Shantika, Tinggalkan Go-Jek Agar Anak Bangsa Lahirkan Startupinstagram.com/alamandas

Alamanda tidak memungkiri bahwa tim yang solid itu sangat penting untuk kemajuan startup. Harus ada orang yang punya visi untuk mendesain aplikasi yang kreatif dan memastikan produk akhir itu berguna (hipsters), tenaga-tenaga yang mempu mewujudkan aplikasi itu (hackers), lalu orang-orang yang bisa memasarkan produk tersebut (hustlers).

Di situlah letak kekurangan startup Indonesia saat ini. Dengan bergabung bersama Kibar, Alamanda berjanji untuk menyediakan solusi atas permasalahan tersebut. Kibar punya mimpi untuk membangun ekosistem agar digital startup di negara ini bisa berkembang baik.

Gerakan 1000 Startup dan FemaleDev bertujuan untuk menciptakan ekosistem tersebut. Alamanda ingin menyalurkan ilmu yang dia peroleh di Go-Jek bahwa bukan hanya hard skill yang dibutuhkan dalam startup, tapi juga soft skill seperti jiwa kepemimpinan.

Persoalan ini pula yang ingin ia selesaikan melalui FemaleDev. Menurutnya, sudah banyak wanita-wanita yang tertarik dan berprofesi sebagai seorang developer. Namun, banyak juga yang belum memiliki jiwa kepemimpinan.

"Mungkin ini berkaitan dengan pola pikir bahwa wanita harusnya di rumah, pria yang harusnya men"jadi pemimpin. Ini yang ingin kita ubah agar wanita juga bisa menjadi pemimpin.

5. "Kalau bisa lahir kembali, saya akan bilang ke diri saya untuk memulai semua ini di usia yang lebih muda lagi"

Alamanda Shantika, Tinggalkan Go-Jek Agar Anak Bangsa Lahirkan Startupinstagram.com/alamandas

Nampaknya Alamanda telah menaikkan standar untuk dirinya sendiri dan ambisinya. Menurutnya, bekerja di startup itu ibarat menulis di kertas kosong. Kita bisa menulis apapun. Lain jika di perusahaan besar di mana kertas tersebut sudah penuh dengan coretan.

Ketika ditanya IDN Times apakah jika suatu saat dilahirkan kembali dia masih ingin berkecimpung di dunia digital startup , tanpa berlama-lama Alamanda menjawab:

"Kalau bisa lahir kembali, saya akan bilang ke diri saya untuk memulai semua ini di usia yang lebih muda lagi."

Baca juga: Rachel Goddard: Cantik itu Berani Berekspresi & Jadi Diri Sendiri!

Topik:

  • Pinka Wima
  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya